PEMBAHASAN
A. Defenisi Kepribadian
Banyak para ahli yang memberikan perhatian dan mencurahkan
penelitiannya untuk mendeskripsikan penelitiannya mengenai tentang pola tingkah
laku yang nantinya merunut juga pada pola tingkah laku manusia sebagai bahan
perbandingannya.
Pola-pola tingkah
laku bagi semua Homo Sapiens hampir
tidak ada, bahkan bagi semua individu yang tergolong satu ras pun, tidak ada
satu system pola tingkah laku yang seragam.
Sebabnya tingkah laku Homo Sapiens
tidak hanya ditentukan oleh system organic biologinya saja, melainkan juga akal
dan pikirannya serta jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laku Homo Sapiens sangat besar diversitasnya
dan unik bagi setiap manusia.
Dengan pola tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang
ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan dan refleksnya.
Jadi
“Kepribadian” dalam konteks yang lebih mendalam adalah “susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau
tindakan seorang individu”.
Sosialisasi adalah sebuah
proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan
dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah
sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran
yang harus dijalankan oleh individu.
B. Unsur-unsur
Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
v Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal
dan alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai
hal yang diterimanya melalui panca inderanya
yang masuk kedalam berbagi sel di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
Ddan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang
dipancarkan oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai
“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal
manusia yang sadar”.
Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali
menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung
bagian-bagian. Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi
karena pemustan secara lebih intensif di dalam pandangan psikologi biasanya
disebut dengan “Pengamatan”.
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada
bagian-bagian yang paling menarik perhatianya seringkali diolah oleh sutu
proses dalam aklanya yang menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain
yang sejenisnya yang sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya,
dan kemudian muncul kembali sebagai kenangan.
Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam
istilah psikologi disebut “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian dari
suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang
sejenis secara konsisten berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses
kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak, yang dalam
kenyataanya tidak mirip dengan salah satu dari sekian macam bahan konkret dari
penggambaran yang baru.
Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran
tentang tempat-tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat
atau mempersepsikan tempat-tempat tersebut. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu
sosial disebut dengan “Konsep”.
Cara pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran tentang
lingkungan mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada
pula yang dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada pula yang
digabung dengan penggambaran-pengambaran lain sehingga menjadi penggambaran
yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak nyata.
Dan penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam
Psikologi disebut dengan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan
fantasi merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang
Individu.
v Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung
berbagai macam perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu
yang melihat suatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan.
Persepsi-persepsi seperti itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan
negatif.
“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga
mengisi alam kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya. “Perasaan” adalah
suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai
sebagai keadan yang positif atau negative.
v Dorongan
Naluri
Kesadaran manusia mengandung berbagi perasaan berbagi
perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya,
tetapi karena memang sudah terkandung di dalam organismenya, khususnya dalam
gennya, sebagai naluri. Dan kemauan yang sudah meruapakan naluri disebut “Dorongan”.
C. Tujuh
Macam Dorongan naluri
Ada perbedaan paham mengenai jenis dan jumlah dorongan
naluri yang terkandung dalam naluri manusia yaitu ;
- Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan biologis yang ada pada setiap makhluk di dunia untuk dapat bertahan hidup.
- Dorongan seks. Dorongan ini telah banyak menarik perhatian para ahli antropolagi, dan mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang mendorong manusia untuk membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di dunia ini muncul pada setiap individu yang normal yang tidak dipengaruhi oleh pengetahuan apapun.
- Dorongan untuk berupaya mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak baru dilahirkan pun manusia telah menampakannya dengan mencari puting susu ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari.
- Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesame manusia, yang memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai kolektif.
- Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan asal-mula dari adanya beragam kebudayaan manusia, yang menyebabkan bahwa manusia mengembangkan adat. Adat, sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) dengan manusia-manusia di sekelilingnya.
- Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada karena manusia adalah makhluk kolektif. Agar manusia dapat hidup secara bersama manusia lain diperlukan suatu landasan biologi untuk mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya. Dorongan itu kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya dianggap berada di luar akalnya sehingga timbul religi.
- Dorongan untuk keindahan. Dorongan ini seringkali saudah tampak dimiliki bayi, yang sudah mulai tertarik pada bentuk-bentuk, warna-warni, dan suara-suara, irama, dan gerak-gerak, dan merupakan dasar dari unsur kesenian.
D. Materi
Dari Unsur-unsur Kepribadian
Dalam sebuah konsep kepribadian umum,makin dipertajam dengan
terciptanya konsep basic personality
structure, atau “kepribadian dasar”, yaitu semua semua unsur kepribadian
yang dimiliki sebagian besar warga suatu masyarakat.
Kepribadian dasar ada karena semua individu warga masyarakat
mengalami pengaruh lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan mereka.
Metodologi untuk mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa dapat dilakukan
dengan mengumpulkan sample dari warga masyarakat yang menjadi objek penelitian,
yang kemudian diteliti kepribadiannya dengan tes Psikologi.
Selain ciri watak umum, seorang Individu memilki ciri-ciri
wataknya sendiri, sementara adaindividu-individu dalam sample yang tidak meliki
unsur-unsur kepribadian umum. Pendekatan dalam penelitian kepribadian suatu
kebudaya juga dilaksanakan dengan metode lain yang didasarkan pada ciri-ciri
dan unsur watak seorang individu dewasa.
Pembentukan watak dan jiwa individu banyak dipengaruhi oleh
pengalamannya di masa kanak-kanak serta pola pengasuhan orang tua.
Berdasarkan
konsepsi Psikologi tersebut, para ahli Antropologi berpendirian bahwa dengan
mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak yang khas akan dapat mengetahui
adanya berbagai unsur kepribadian pada sebagian besar warga yang merupakan
akibat dari pengalaman-pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.
Penelitian mengenai etos kebudayaan dan kepribadian bangsa
yang pertama-tama dilakukan oleh tokoh Antroplogi R. Benedict, R. Linton, dan
M. Mead. Sehingga menjadi bagian khusus dalam antropologi yang dinamakan personality and culture.
E. Jenis sosialisasi
Berdasarkan
jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua
proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan
tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu
dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun
tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara
formal.
Keluarga sebagai perantara
sosialisasi primer
1.
Sosialisasi primer
Peter
L. Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar
keluarganya.
Dalam
tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan pola interaksi
secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian
anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi
antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
2. Sosialisasi
sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi
dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu
identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
F. Tipe
sosialisasi
Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar
'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok
sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik
apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk
sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila
solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun
tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua
tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Formal
Sosialisasi
tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku
dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2.
Informal
Sosialisasi
tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik
sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan
adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya
untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang
baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau
tidak?
Meskipun
proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat
suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi
formal dan informal sekaligus.
G. Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi
represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive
socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari
sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan
imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi
yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi
terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant
other. Sosialisasi partisipatoris (participatory
socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku
baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses
sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan
yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized
other.
H. Proses
sosialisasi
Macam – macam Proses Sosialisasi
1. Proses Sosialisasi yang Terjadi
Tanpa Disengaja melalui Proses Interaksi Sosial
Proses ini terjadi apabila individu
yang disosialisasi maupun yang terisolasi menyaksikan kegiatan yang dilakukan
dan diperbuat oleh orang – orang disekitarnya dalam berinteraksi. Misalnya
sorang anak memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh orang tuanya kemudian ia
meniru dan mencontohkan perbuatan tersebut dalam pergaulan sehari–hari.
2. Proses Sosialaisasi yang Terjadi
secara Sengaja melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Proses ini terjadi apabila seorang
individu mengikuti pengajaran dan pendidikan yang sengaja dilakukan oleh
pendidik – pendidik yang mewakili masyarakat. Dalam pendidikan anak akan
dikenalkan pada norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut George Herbert Mead
George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
1.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap
ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak
mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh
pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna.
Contoh:
Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum
dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata
makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap
ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk
kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan
sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa
yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai
terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap
penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant
other)
3. Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai
menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja
sama dengan teman-temannya. Pada tahap
ini lawan berinteraksi semakin banyak
dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman
sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya
secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari
bahwa ada norma tertentu yang
berlaku di luar keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah
dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles
H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya.
Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui
interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass
self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita
di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling
hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan
selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang
lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat,
sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain
selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul
dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu
benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan
orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau
sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat
dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai
akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang
hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling,
dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa
penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka
ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai
dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
I.
Agen/Media sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan
atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok
bermain, media massa, dan lembaga
pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan
dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan keluarga mungkin
saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen
sosialisasi lain. MIsalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok,
meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi
mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila
pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan
atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat,
sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena
dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
1. Keluarga (kinship)
Bagi keluarga
inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal
secara bersama-sama dalam suatu rumah.
Sedangkan pada masyarakat yang menganut
sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya
menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota
keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya,
sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat
biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan
anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter).
menurut Gertrudge Jaeger peranan para
agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak
sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
2. Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain)
pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada
awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif,
namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga.
Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok
bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang
individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang
melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi
dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan
orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok
bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang
yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
3. Lembaga pendidikan formal
(sekolah)
Menurut Dreeben,
dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar
tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
4. Media massa
Yang termasuk
kelompok media massa di sini adalah
media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media
elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.
Contoh :
Penayangan acara SmackDown! di televisi
diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa
kasus. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau
bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya. Media massa merupakan salah satu
agen sosialisasi yang paling berpengaruh
5. Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok
bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi
agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan
lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
J.
Hubungan Antara
Sosialisasi Dengan Pembentukan Kepribadian
Sosialisasi adalah sebuah proses mempelajari dan menghayati
norma serta perilaku yang selaras dengan peran peran sosial yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu
dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian
situasi. Jadi, pada saat terjadi sosialisasi saat itu pula sejalan dengan
proses pembentukan kepribadian.
Sosialisasi
adalah suatu proses sosial yang terjadi bila seseorang individu menghayati dan
melaksanakan norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga akan merasa menjadi
bagian dari kelompoknya tadi. Kepribadian adalah abstraksi dari pola perilaku
manusia secara individual. Jadi, kepribadian merupakan ciri-ciri atau watak
yang khas dari seorang individu sehingga memberikan identitas yang khas bagi
individu yang bersangkutan.
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian merupakan abstraksi atau
pengorganisasian dari sikap-sikap seorang individu untuk berprilaku dalam
rangka berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi
suatu hal yang terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, pola
prilaku yang merupakan perwujudan dari kepribadian seorang individu akan
disesuaikan dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial
budaya masyarakatnya.
Akan
tetapi nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat akan sulit terwujud jika
tidak disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Dibutuhkan proses
belajar atau sosialisasi untuk mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai
atau norma tersebut. Dengan demikian, kepribadian dapat menjadi acuan (blue
print) bermasyarakat yang disebut kebudayaan. Sebaliknya sifat kebudayaan yang
dinamis akan memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan kepribadian masyarakat
saling keterkaitan antara kehidupan tersebut berlangsung terus dalam lingkaran
kehidupan (life cycle).
K. Pembentukan Kepribadian Sebagai Hasil Sosialisasi
Setiap
individu dalam masyarakat adalah pribadi yang unik, tetapi karena mereka
memperoleh tipe-tipe sosialisasi yang sangat mirip, baik yang berasal dari
rumah maupun sekolah, akan banyak ciri kepribadian yang hampir serupa.
Seseorang akan mencari pola perilaku atau sikap dan nilai-nilai yang ditekankan
oleh kebudayaannya sebagai hal yang penting untuk mencapai kebiasaan dan
prestasi pribadi.
Kepribadian merupakan gabungan utuh
dari sikap, sifat, emosi, nilai yang memengaruhi seseorang agar berbuat sesuai
dengan tata cara yang diharapkan. Kepribadian merupakan gabungan keseluruhan
sifat-sifat yang tampak dan yang dapat dilihat seseorang. Dari pengertian
tersebut terlihat bahwa kepribadian tidak hanya terlihat dari ciri-ciri fisik,
seperti rambutnya keriting atau kulitnya yang hitam saja, tetapi juga ciri
lainnya, seperti kebiasaan dan sikapnya.
Kepribadian terbentuk, hidup, dan
berubah sejalan dengan proses sosialisasi.
L. Penerapan Pengetahuan Sosiologi di Masyarakat
Sosiologi
adalah suatu kajian tentang masyarakat dan hubungannya dengan lingkungan di
mana masyarakat bertempat tinggal. Kajian tersebut memberikan pengetahuan bagi
siapa saja yang mempelajari. Pengetahuan sosiologi memberikan manfaat dan dapat
diaplikasikan (diterapkan) dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjang
keberhasilan seseorang dalam kehidupannya di masyarakat. Pengatahuan sosiologi
dapat diterapkan dalam proses sosialisasi yang secara tidak langsung ikut
berperan serta dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Oleh karena itu,
peranan pengetahuan sosiologi dalam proses sosialisasi yang secara tidak
langsung ikut membentuk kepribadian seorang individu mempunyai hubungan yang sangat erat, karena
ilmu pengetahuan sosiologilah seorang individu dapat dibentuk kepribadiannya
sedemikian rupa hingga menjadi seorang individu yang berprilaku sebagaimana di
kalangan masyarakat tempat tinggalnya.
M.
Penerapan
Pengetahuan Sosiologi Tentang Proses Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian
Pengetahuan sosiologi tentang proses
sosialisasi dan pembentukan kepribadian membantu seseorang untuk memahami
bagaimana ia harus bersosialisasi dalam masyarakat agar mempunyai kepribadian yang baik.
= contoh : seorang ibu akan mendidik anaknya dengan
sebaik-baiknya, tidak melakukan kekerasan fisik atau emosional memberikan
teladan yang baik, menumbuhkan sikap tolong-menolong, dan sikap saling
menghargai sesama manusia.
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan yang meberikan pemecahan atas berbagai masalah dengan
pendekatan kemasyarakatan. Sosiologi sangat berkaitan erat dalam pembentukan
kepribadian seseorang. Pengetahuan sosiologi dapat diterapkan di dalam
masyarakat untuk membantu dalam pembentukan kepribadian seseorang agar
perilakunya sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat setempat.
Pengetahuan sosiologi dapat membantu dalam proses sosialisasi, maksudnya adalah
apabila pengetahuan sosiologi yang dianut oleh suatu masyarakat itu salah, maka
akan menyebabkan proses sosialisasi itu akan membentuk kepribadian seseorang
pun mengikuti masyarakat sekitarnya yang memang sudah menganut suatu
pengetahuan sosiologi yang salah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran para ahli bisa diambil kesimpulan bahwa,
kepribadian manusia itu terbentuk dari proses pembelajaran ataupun yang memang
ada sejak lahir atau berupa naluri dan dorongan yang bersifat alami.
Dan kadang-kadang pembentukan pribadi seseorang ada juga
yang berdasarkan pengalaman dimasa kanak-kanak, yang mana adanya pola
pengasuhan oleh orang tua serta naluri alami yang memang memberikan respon
ketika mengalami dan mempelajari sesuatu.
Sebagaimana unsur-unsur pengetahuan yang terdapat dalam
pembentukan kepribadian manusia, yang dihimpun menjadi satu, juag tidak berasal
dari naluri saja, tetapi juga pembelajaran. Karena dalam alam bawah sadar
manusia berbagai pengetahuan larut dan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian
yang seringkali tercampur aduk tidak teratur.
Penerapan
pengetahuan sosiologi berkaitan erat dengan proses sosialisasi dan pembentukan
kepribadian seorang individu.
Dengan penerapan pengetahuan sosiologi yang baik dalam
kehidupan di masyarakat otomatis akan membentuk proses sosialisasi dan
pembentukan kepribadian yang baik pula.
B. Saran
Dalam
pembentukan kepribadian pasti membutuhkan hasil sosialisasi. Oleh karena itu
marilah kita sama-sama melakukan sosialisasi yang baik antar sesama manusia
sehingga kepribadian yang kita miliki akan baik pula. Sehinnga kita menjadi
insane yang berguna bagi diri kita sendiri, begitu pula dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-panduan_Sosiologi
Lks. Sosiologi.
0 comments:
Post a Comment